Subhanallah… indahnya pagi ini, seakan matahari dan angin telah bersekongkol untuk menjadikan pagi ini begitu cerah dan bersinar, sehingga membuat para manusia pun kembali pada rutinitas biasanya tanpa ada hambatan. Yah… angin dan matahari seperti ingin menghibur hatiku yang galau ini, mereka seperti berkata bahwa semua akan baik-baik saja…
“Yuan, udah siap belum ?” panggil Mama dari balik pintu kamarku.
“iya, Ma sebentar lagi Yuan keluar.”
“ditunggu diluar ya…” sahut Mama.
Bergegas aku merapikan kembali pena- mpilanku yang dibalut dengan jubah kesay- anganku, yang kata Abangku adalah “baju kedodoran…. “
*****
“Yap…sudah sampai” kata Ayah. Aku kembali merapikan jilbab karena sempat ketiup oleh angin di kaca mobil, kami pun bergegas turun dari mobil.
Terlihat di tiang depan terdapat dua buah janur kuning yang menandakan adanya acara nikahan dirumah ini, tak lupa pagar ayu yang terdiri dari wanita dan pria berdiri dengan rapi saling berhadapan, yang pasti tujuannya untuk menyambut para undangan. Terlihat sudah banyak sekali tamu yang hadir
“Pasti tamu dari calon mempelai wanitanya” kataku kembali didalam hati.
“iya, karena kami adalah tamu dari pihak prianya jadi wajar saja aku tahu,” hi..hi..
“Yuan, kamu nggak apa-apa kan, sayang ?” Tanya Mama resah melihat ked- iamanku. Aku menggeleng mantap dan mama tersenyum walau aku tahu Mama pasti cemas.
“ah… Mama terlalu berlebihan” ucapku dalam hati sambil menatap wanita yang telah membesarkan aku itu.
Aku dan Mama duduk dilantai dalam rumah yang beralaskan karpet. Sebagian orang sibuk lalu-lalang dilokasi acara, seperti ada saja sesuatu yang kurang. Dan aku malah sibuk mencuri-curi pandang untuk melihat calon mempelai wanita nya, hi…hi…
Acara akan dimulai, suasanapun mendadak menjadi hening. Masuk pada acara pembacaan Ijab Kabul , semua orang menjadi tegang dan diam seakan-akan mereka ikut merasakan betapa deg…deg…annya mempelai pria yang menggunakan stelan jas berwarna hitam serta bunga kecil disaku jasnya, yang duduknya hanya terpisahkan jarak sekitar dua meter dari tempat aku duduk. Ketika itu muncullah sang mempelai wanita yang kutunggu-tunggu, Subhanallah cantik nian… dengan menggunakan setelan kebaya putih dan bawahan sarung yang agak gelap serta bunga melati yang dirangkai menjadi sebuah jilbab, benar-benar cantik…, tanpa kusadari ternyata dari tadi ada yang mengawasi gerak-gerikku, mama !
Setelah rangkaian ijab Kabul selesai, dilan- jutkan dengan hikmah pernikahan…….
“Yuan, ko’bengong? kamu nggak apa-apa kan?” Tanya mama untuk kedua ka- linya.
“Enggak Ma, Yuan enggak apa-apa ko’ !” kataku mantap untuk meyakinkan hati Mama.
*****
Huff…
Delapan bulan lalu memang bukan sesuatu yang gampang untuk dilupakan, yah…. Betapa bahagianya Aku waktu itu serasa memang dia adalah pria yang Allah berikan kepadaku. Malam itu mungkin adalah malam yang mem- buat hatiku antara bahagia dan galau menjadi satu. Malam itu ada seseorang yang telah men- elfon Aku dan menyatakan keseriusannya terhadapku untuk menjadi calon istrinya, bahagia ternyata semua sudah terjawab, yah..Aku dan Raka, nama penelpon itu, sudah lama menjadi objek pembicaraan antara orang tua Raka dan orang tuaku, yang tanpa kami sadari ternyata kami diikat oleh tali “perjodohan”.
Keluargaku dan keluarga Raka memang sudah lama dekat bahkan kami sudah seperti menganggap keluarga sendiri. tapi aku sendiri sebenarnya malas untuk menanggapi masalah itu dan aku rasa Raka pun begitu, terbukti selama tiga bulan setelah berita itu, Raka tak pernah membicarakannya sama sekali setiap kali kami bertemu. Dan ternyata malam itu Raka menelponku ……. Galau karena statusku waktu itu masih sebagai pelajar kelas tiga SMU, tapi entah kekuatan dari mana yang membuat aku begitu optimis bahwa dia adalah jodoh yang Allah berikan untukku, setelah malam penelponan itu , aku jadi berfikir bahwa ternyata Raka adalah seorang yang sangat bijaksana, seandainya aku hanya melihat dari fisiknya mungkin semua wanita juga tidak akan ragu untuk berkata “ya”, tampang yang oke, soal agama acungin jempol, insya Allah bisa menjadi kepala keluarga yang baik, kerjaan yang jug udah mapan dan keluarganya yang sangat baik, yang pasti akan membuat semua wanita berkata, WHY NOT ?......
Tapi, Alhamdulillah ternyata Allah tidak mem- butakan hatiku dengan keadaan itu. Aku sera- hkan semua kepada-Nya, kumantapkan hati dengan mengerjakan sholat Istiqarah dengan tetap istiqamah atas segala keputusan-Nya yang diberikan untukku. Tapi ternyata, aku be- lum mendapatkan kemantapan hati itu…
Sampai pada sebulan yang lalu, Raka dan Ibunya datang kerumah. Aku fikir hanya kunjungan biasa, tapi ternyata aku salah, ini adalah kunjungan yang luar biasa. Ibu Raka menangis sebelum sempat menjelaskan permasalahannya, begitu juga mama yang sepertinya telah mengetahui duduk perso- alannya. Aku hanya bengong melihat suasana itu seperti orang Oon… Raka yang sepertinya bisa membaca kebingunganku mengambil alih semuanya.
“Sebelumnya saya dan keluarga moh- on maaf yang sebesar-besarnya, mungkin semua ini akan menyakitkan hati ukhti juga keluarga ukhti. Saya juga sebenarnya bingung harus memulai pembicaraan dari mana.” Den- gan suara bergetar, Raka memecahkan kesu- nyian yang baru saja terjadi.
“Bicaralah Akhi, insya Allah saya siap mendengarkannya !” kataku mantap dan tiba-tiba suasana hening, hanya isak tangis satu-satu yang terdengar. Dengan muka menu -nduk aku mencoba untuk bersikap wajar dan tenang, kudengar hembusan nafas Raka, seperti ada sesuatu yang sangat berat dirasak- annya.
“Tentunya Ukhti masih mengingat pembicaraan kita ditelpon waktu itu, dimana saya berniat untuk serius terhadap Ukhti “ Aku mengangguk
“Saya kesini sebenarnya ingin…….” Terdengar kembali isak tangis Ibu Raka yang sepertinya begitu sangat pilu, pembicaraan Raka pun terputus. Mama seperti tahu keadaan dan langsung membawa Ibu Raka kebelakang dan Maya adikku menggantikan posisi mama untuk menemaniku.
“Maaf…., Saya tahu kita sudah berusaha dan mencoba untuk semua ini, dan ternyata semua ini memang harus diakhiri, karena saya…… insya Allah telah menemukan calon pendamping yang Allah berikan kepada Saya “ ucap Raka dengan agak terbata tapi berusaha untuk tenang .
“ Allahu Akbar…” pekik takbirku,
“Alhamdulillah, kalau Akhi sudah menemukannya dan pastinya wanita itu adalah
wanita yang sholehah, insya Allah Yuna akan berdo’a untuk Akhi dan Ukhti tersebut !” kataku tenang dan lancar seperti tidak ada beban.
“Akhi Raka jangan pernah berfikir merasa nggak enak terhadap saya maupun keluarga saya, insya Allah kami semua mengerti, kalau toh dipaksakan hasilnya juga tidak bagus kan ?”
Raka terlihat bingung melihat sikapku, begitu juga ibu Raka dan mama yang sudah berada disampingku, tanpa terasa mataku pun mulai berair …………
“Semua ini sejak awal sudah ku sera- hkan semuanya kepadamu ya Rabb…..dan inilah jawaban dari Mu, Raka memang bukan untuk ku.”ucapku dalam hati.
Tes… tak terasa air mata jatuh mengenai telapak tanganku dan membuat ku tersadar, ternyata acara nya sudah hampir selesai…
Kami sekeluarga pamit pulang, tapi sebelumnya, Aku kembali ingin melihat wajah cantik Siti Sholehah yang hari ini telah resmi menjadi istri dari Ir.Muhammad Raka Saputra.
*****
“Yuan, kamu baik-baik ajakan ?” kembali mama menegur. Aku tersenyum lalu kepeluk pinggangnya dan kucium pipinya dan berbisik
“Ma, semua yang terjadi penuh dengan hikmah, baik ataupun buruknya semua penuh dengan hikmah, Yuan hanya ingin nikmati hidup apa adanya karena semua berasal dari keapa-adaannya dan Yuan yakin segala sesuatu ada waktunya…… mungkin memang sekarang bukanlah waktu yang Allah berikan untuk yuan…” kataku kepada Mama. Kami pun tersenyum…
“Kenangan bukan selamanya tuk dilupakan”,
|